Minggu, 21 Februari 2010

Penyuluh Pertanian Kembali Dijadikan Ujung Tombak

JAKARTA--MI: Menteri Pertanian Suswono mengatakan, penyuluh pertanian merupakan ujung tombak pembangunan pertanian di lapangan yang berperan strategis terhadap pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan.

"Pemerintah secara sistematis akan melakukan penataan terhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan," ujarnya dalam sambutan yang diterima Media Indonesia dari peresmian Program Pendidikan Alih Jenjang D-IV di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Bogor.

Menurut dia, kerjasama yang baik antara penyuluh pertanian PNS, tenaga harian lepas-tenaga bantu penyuluh pertanian (THL-TBPP), dan pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) di lokasi Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) terbukti berhasil meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.

Bahkan, sejak 2008 swasembada beras kembali terwujud setelah 24 tahun dan dilanjutkan pada 2009. "Hal ini merupakan suatu prestasi yang berhasil dicapai para penyuluh dan pengendali hama terpadu sebagai ujung tombak pembangunan pertanian di lapangan," ujarnya.

Menurut dia, hal itu lantaran keberhasilan pencapaian swasembada ditunjang empat faktor utama, yakni adanya tenaga penyuluh pertanian spesialis (PPS) dan penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang memadai, tersedianya fasilitas yang lengkap bagi penyuluh, seperti kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, dan perlengkapan lainnya.

"Juga kompetensi penyuluh melalui pelatihan intensif bagi PPS dan PPL, dan tersedianya pembiayaan yang memadai dari pemerintah pusat maupun pemda," ujarnya.

Menurut dia, sejak diberlakukannya UU No 22/1999 tentang Otonomi Daerah, kegiatan penyuluhan di lapangan sempat mengalami kemunduran. Saat itu, pembinaan penyuluhan diserahkan sepenuhnya kepada Kabupaten/Kota.

Kemunduran peran penyuluhan ini di antaranya lantaran adanya alih fungsi tenaga penyuluh menjadi tenaga nonpenyuluh, kurang optimalnya kelembagaan penyuluhan di tingkat Kabupaten dan Kecamatan, serta terbatasnya dukungan dana penyuluhan baik dari Pemerintah maupun dari Pemda.

"Akibatnya, selama periode 1999-2004 produktivitas pertanian mengalami stagnasi (leveling off)," ujarnya.

Menurut dia, ke depan pemerintah akan menata kelembagaan penyuluhan agar kelembagaan penyuluhan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa sesuai dengan amanat UU No 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Melalui payung hukum itu, Kementan akan terus mendorong kepala daerah agar secepatnya membentuk kelembagaan penyuluhan sesuai dengan UU tersebut. Yakni dengan membentuk Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan tingkat provinsi; Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan di tingkat kabupaten; serta Balai Penyuluhan Pertanian di tingkat kecamatan. (*/OL-02)

Posted : Penulis : Anindityo Wicaksono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar